Kamis, 26 Desember 2013

SEPERTI BURUNG HU-HUD

Pernahkah pembaca terbangun dipagi hari lalu mendengar seekor burung berkisah tentang ini? Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Sabasuatu berita penting yang diyakini.Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, (QS An-Naml 22-24) Tahukah kisah apa yang dibahas pada ayat diatas? Yup, itu adalah kisah burung Hud-Hud yang sedang berdialog dengan Nabi Sulaiman AS. Dia mengabarkan kepada sang Nabi tentang keadaan suatu kaum penyembah matahari yang dipimpin oleh seorang wanita yaitu Ratu Balqis. Hingga hal itu menjadi penyebab (atas kehendak Allah) sampainya cahaya pada kaum penyembah matahari tersebut.

Maka bolehlah hari ini bangsa burung berbangga dengan prestasi yang pernah diraih oleh pendahulunya. Dan bisa jadi kicauan-kicauan merdu burung saat pagi datang berisikan tentang kisah burung Hud-Hud pendahulu mereka. Mungkin burung-burung bisa berkisah dengan sebangsanya. Dan kita tak pernah tahu makna dari tiap kicauan mereka. Yang kita tahu hanya seberapa merdu kicauan itu terdengar. Meski kita tak pernah mendengar kisah itu langsung dari bangsa burung namun pada akhirnya kisah itu sampai juga pada kita bangsa manusia. Jutru Allah SWT yang langsung mengisahkanya kepada kita melalui mushaf al-Qur’an. Allah memilihnya sebagai salah satu kisah yang akan dibaca dan dikaji oleh umat islam sepanjang zaman. Kisah yang burung Hud-Hud sendiri tak pernah memamerkanya didepan manusia. Dan disinilah mutiara hikmah yang amat indah itu sepatutnya dapat kita ambil.

Seperti halnya burung Hud-Hud, kita tak perlu memperdengarkan amal-amal baik kita didepan manusia. Sebaliknya kita harus ikhlas, karena jika amal-amal kita itu mengandung hikmah bagi umat manusia maka Allah sendirilah yang akan mengabarkanya dengan cara-Nya. Dan dikabarkan lewat lisan Rasul-Nya yang mulia tentang kebencian Allah terhadap orang yang memperdengarkan amalnya “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Barangsiapa memperdengarkan (amalannya) (mencari popularitas) niscaya Allah memperdengarkan (menyiarkan aibnya) dengannya dan barangsiapa memperlihatkan (amalannya) niscaya Allah memperlihatkan riya’nya.(Shahih Muslim 2986-47)” Hingga Ibnul Qayyim mempuat perumpamaan dalam Al Fawaid mengatakan, “Tidak mungkin dalam hati seseorang menyatu antara ikhlas dan mengharap pujian serta tamak pada sanjungan manusia kecuali bagaikan air dan api. ”Seperti kita ketahui bahwa air dan api tidak mungkin saling bersatu, bahkan keduanya pasti akan saling membinasakan.Demikianlah ikhlas dan pujian, sama sekali tidak akan menyatu. Mengharapkan pujian dari manusia dalam amalan pertanda tidak ikhlas.Maka beruntunglah orang-orang yang tak bisa mengabarkan amal baiknya kepada orang lain, hingga Allah sendiri yang mengabarkanya kepada umat manusia. Maka beruntunglah manusia yang mempunyai hati yang tak pernah mengharap pujian dari umat manusia. seperti burung Hud-Hud.

*Penulis kader baru 2013 IMM Saintek UM | Husni Hardiansyah | Fakultas Teknik - Teknik Sipil – D3 Teknik Sipil 2013

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter

Pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.